Tuesday, January 28, 2014

BIografi Pahlawan Islam yang terabaikan (Mbah Rifa'i)

Kabupaten Batang termasuk bagian wilayah dari provinsi Jawa Tengah, disana terdapat wargaRifaiyah. Diantara daerah yang ditempati warga Rifaiyah di Kabupaten Batang adalah: Kalipucang, Watesalit atau juga disebut sebagai Beran, Karanganyar, Kasepuhan, Klidang. Ada dua dukuh di Kecamatan Subah: Gondang, Ngadinuso. Kecamatan Limpung: Karanganyar, Donorejo. Kecamatan Reban: Tambakboyo, Adinuso, Wonoyoso.
Kalau kita dari arah timur atau dari Kendal menuju Batang, kita akan menemui desa Watesalit yang beriringan dengan jalan pantura (pantai utara). Disana dulu Kiai Abu Ilham, menyemaikan paham Rifaiyah yang dibawa dari pesantren Kalisalak. Berawal dari Abu Ilham muda yang mempunyai semangat mencari ilmu. Waktu itu sekitar tahun 1860-an, Ia bermaksud mencari guru yang bisa menuntunnya menuju jalan yang lurus, sehingga bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat dunia dan akherat. Suatu hari beliau pergi ke arah timur menyusuri hutan. Sampai di tengah jalan, Abu Ilham di cegat oleh macan putih, kemudian macan putih itu menuntun Abu Ilham menuju arah Kalisalak dan menunjukkan bahwa disana terdapat pesantren dan guru mursyid yang bisa menuntun menuju ridla Allah. Kelahiran Ahmad Rifa’i dilahirkan di desa Tempuran Kabupaten Kendal Jawa Tengah pada tanggal 9 Muharram 1200 H, bertepatan dengan tahun 1786 M. Ayahnya bernama RKH. Muhammad bin RKH. Abi Suja’ alias Raden Soetjowidjojo, yang menjadi dalil agama di Kabupaten tersebut. Ayahnya meninggal ketika Ahmad Rifa’i pada usia 6 tahun. Saudara dekatnya yang paling besar ialah Syaikh al-’Asyari (Suami Ny. Rojiah binti Muhammad) Ulama pendiri/ pemimpin Pondok Pesantren Kaliwungu, mengasuh dan membesarkan denganpendidikan keagamaan yang benar selama 20 tahun. Pada tahun 1230 H./1816., ketika usianya mencapai 30 tahun, Ahmad Rifa’i pergi ke Mekah untuk menunaikan kewajiban ibadah haji. Sudah menjadi tradisi pada waktu itu, orang-orang dari Jawa yang melakukan haji ke Mekah-Madinah, mereka tidak langsung pulang, tetapi lebih dulu mendalami ilmu agama disana. Sebagaimana diutarakan Azumardi Azra, dalam bukunya Jaringan Ulama Abad XVIII,bahwa pada pada abad 18, dua tanahharam (Makkah-Madinah) dijadikan sentra jaringan ulama sedunia, hal ini berlanjut sampai abad ke XIX. Orang-orang dari Indonesia, disana tidak hanya puas dalam mencari ilmu, tetapi beberapa diantaranya dipercaya menjadi guru besar, sebagaimana Syaikh Nawawi al-Bantani dan Syaikh Makhfudz At-Tarmisi. Kitabkarangan mereka juga masyhur di lembaga pendidikan Ahlussunah di beberapa pelosok dunia. Selama kurun 8 tahun mendalami ilmu-ilmu keislaman di bawah guru Syaikh Ahmad Usman dan Syaikh al-Faqih Muhammad Ibnu Abdul Aziz al-Jaisyi, kemudian melanjutkan belajar ke Mesir selama 12 tahun. Di Cairo beliau mendalami kitab-kitab Madzhab Syafii, dengan petunjuk dan arahan dari beberapa guru besar, yang telah menelurkan karya, diantaranya: Syaikh Ibrahim al-Bajuri dan Syaikh Abdurrahman al-Misry. Sejarah tentang Ahmad Rifa’i belajar di Mesir menjadi kontroversi dalam kajian sejarah Rifaiyah. Apakah Ahmad Rifai sempat belajar di Mesir atau dia hanya mengenyam pendidikan di Haramain (Makkah-Madinah). Sumber sejarah yang masyhur dipakai pedoman penulisan sejarah masyarakat Rifaiyah adalah karya KH. Ahmad Rifa’i, juga keterangan darimurid generasi pertama sampai turun kepada generasi ke empat. Berita tentang KH. Ahmad Rifa’i biasanya dituturkan secara lisan (tutur tinular). Tokoh-tokoh Rifaiyah mendukung keterangan bahwa KH. Ahmad Rifa’i mengenyam pendidikan di Mesir selama 12 tahun. Sejarah ini disandarkan kepada kutipan angka tahun 1255 H, akhir dari penulisan kitab Syarikhul Iman, kitab yang pertama kali ditulis oleh KH. Ahmad Rifa’i sepulang menuntut ilmu dari Timur Tengah. Kalau dihitung dari kelahiran KH. Ahmad Rifa’i yang jatuh pada 1200 H, makaSyarikhul Iman selesai ditulis, ketika KH. Ahmad Rifa’i memasuki usia 55 tahun. Kalau dihubungkan dengan keberangkatan KH. Ahmad Rifa’i ke Mekkah pada tahun 1230 H, maka sangat wajar apabila KH. Ahmad Rifai menghabiskan waktu selama 20 tahun untuk menuntut ilmu di Timur Tengah. Adapun keterangan selama 12 tahun, KH. Ahmad Rifai menghabiskan waktu di Mesir, bersandar pada catatan makalah tanya jawab yang disusun oleh K. Ahmad Nasihun, didalamnya menerangkan bahwa KH. Ahmad Rifai menghabiskan waktu 12 tahun untuk mencari ilmu di Mesir. Dalam makalahnya, K. Ahmad Nasihun mengaku keterangan tersebut merujuk kepada sumber tertulis K. Machful Karangsambo Sapuran Wonosobo. Setelah 20 tahun belajar di Timur Tengah, kemudian KH. Ahmad Rifai pulang ke Indonesia bersama Syaikh Nawawi Banten dan Syaikh Muhammad Kholil Bangkalan Madura. Ketika dalam perjalanan pulang ke Hindia Belanda, ketiganya di Kapal memusyawarahkan apa yang akan diperbuat ketika mereka sudah memasuki Hindia Belanda. Musyawarah di tengah lautan itu menghasilkan mufakat, mereka merencanakan untuk menyebarkan dan memurnikan ajaran Islam dengan langkah-langkah: pertama, kewajiban menjalankan amar ma’ruf dan nahi munkar. Kedua,menerjemahkan kitab-kitab bahasa Arab ke dalam bahasa setempat untuk mencapai kesuksesan dakwah Islamiyah,Ketiga, mendirikan pondok pesantren. Rentetan cerita pulangnya tiga pendekar dari Timur Tengah tersebut juga masih diperdebatkan, walau cerita itu sudah masyhur di kalangan Rifaiyah, yang biasanya bersumber dari cerita turun temurun yang dituturkan dalam pengajian-pengajian, tetapi keabsahan sumber tertulis tidak ditemukan. Sumber lisan yang pertama kali mengatakan riwayat tersebut, sampai sekarang juga belum terdeteksi, sehingga bagaimanapun kita harus memakai rasionalitas pelacakan sejarah berdasakan angka tahun riwayat tiga pendekar tadi. Penulis akan mencoba meruntut dari angka tahun kelahiran mereka. Kemudian penulis akan mensejajarkan apakah mereka dalam satu kurun atau tidak. Kita berangkat dari kelahiran Ahmad Rifa’I yang jatuh pada tahun 1200 H/1786 M. kemudian pada tahun 1230 H/ 1816 H. Ahmad Rifa’I pergi haji sekaligus mukim di Makkah untuk memperdalam ilmu. Sedangkan Nawawi Al-Bantani pada tahun 1230 H baru saja lahir ke dunia di tanah Tanara Serang Banten. Ketika Ahmad Rifa’I pergi ke tanah Haram, Syeikh Nawawi baru saja melihat sinar matahari yang pertama kali di dunia. Diriwayatkan dalam sumber yang juga tidak menemukan rujukan tertulis mengatakan bahwa keberangkatan Nawawi ke Mekkah pada usia 15 tahun. Sedangkan sumber tertulis hanya mengatakan bahwa Nawawi pada waktu itu dalam usia remaja. Seandainya benar keberangkatan Nawawi pada usia 15 tahun, maka ketika Nawawi sampai di Mekkah, Ahmad Rifa’i telah berusia 45 tahun, pada usia tersebut Ahmad Rifa’I telah menghabiskan waktu 15 tahun di Mekkah kemudian ke Mesir. Seandainya benar bahwa Ahmad Rifa’I pulang bersama Syaikh Nawawi al-Bantani dan KH. Kholil, maka dapat dibayangkan bahwa KH. Ahmad Rifa’I ketemu dengan kedua ulama pentolan itu di tanah suci Makkah atau Madinah, bukan Mesir, mengingat waktu itu Syaikh Nawawi baru saja berangkat ke Makkah

No comments:

Post a Comment