Makalah
Disusun Guna Menuhi Tugas
Mata Kuliah: Tarekat Konsep Suluk
Dosen Pengampu: Prof.
Dr. H.M. Amin syukur, M.A.
Disusun
oleh:
Misbahul
Anam (124411031)
FAKULTAS
USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kajian tasawuf tidak dapat dipisahkan dengan
kajian terhadapa pelaksanaannya di lapangan, dalam hal ini praktek ’ubudiyah
dan muamalah dalam tarekat. Walaupun kegiatan tarekat sebagai sebuah institusi
lahir belasan abad sesudah contoh konkrit pendekatan terhadap Allah SWT yang
telah diberikan oleh Nabi Muhammad SAW, dan kemudian dilanjutkan oleh sebagian
sahabat terdekat beliau, tabi’in, lalu tabi’in al tabi’in kemudian lahir para
auliya’ Allah. Nama tarekat yang berbeda tidak menjadi halangan, begitu juga
dengan penyebarannya yang meluas ke seluruh dunia Islam, jaringan sufi dan
gerakannya baik melalui perdagangan maupun variasi aspirasi politik mereka
tidak menjadikan mereka lupa terhadap misi utama tasawuf dan tarekat pada
khususnya, yakni mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa.
Dalam Masyarakat modern belum bisa
membedakan mana tarekat mu’tabarah, ghoiru, mu’tabarah, pseudo tarekat.
B.
PERMASALAHAN
a. Arti Tarekat Mu’tabarak
b. Kriteria Tarekat Mu’tabarak
c. Tarekat Mu’tabarak di Indonesia
d. Peran JATMAN (Jam’iyah Ahl
Thariqah Al Mu’tabarak Al Nahdiyah) dan JATMI (Jam’iyah Ahl Athariqah Al
Mu’tabarak Indonesia) dalam Tarekat.
II.
PEMBAHASAN
A.
Arti Tarekat Mu’tabarak
Tarekat
berasal dari bahasa Arab adalah “ طريقـة
/thariqah ”, jamaknya ئيق طرا /tharaiq, yang
berarti: Jalan.[1]
Sedangkan
menurut istilah Secara Terminologi (istilah)Tarikat adalah Jalan yang mengacu
kepada suatu sistem latihan meditasi maupun amalan-amalan (mu’tabarah, zikir,
wirid, dan sebagainya).[2]
Menurut
Ensiklopedi Islam tarekat berarti ; “perjalanan seorang saleh (pengikut
tarekat) menuju Tuhan dengan cara menyucikan diri atau perjalanan yang harus
ditempuh oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada
Tuhan”.[3]
Sedangkan
mu’tabarah menurut bahasa artinya adalah dianggap sah atau diakui, Menurut Sri
Mulyati, salah satu tolok ukur yang sangat penting bagi sebuah tarekat
muktabarah (dianggap sah) atau tidaknya. adalah unsur silsilah.[4]
B.
Kriteria
Tarekat Mu’tabarak
Seorang ahli
tarekat terbesar menerangkan bahwa sebenarnya terekat itu tidak terbatas
banyaknya, karena tarekat atau jalan kepada Allah itu sebanyak jiwa manusia.
Maka dari itu, tiap tarekat diakui sah ulama harus mempunyai lima dasar, yaitu:
a.
Menuntut ilmu untuk dilaksanakan
sebagai perintah Tuhan
b.
Mendampingi guru dan teman
setarekat untuk meneladani
c.
Meninggalkan rukhsan dan
ta’wil untuk kesungguhan
d.
Mengisi semua waktu dengan doa dan
wirid
e.
Mengekangi hawa nafsu daripada
berniat salah dan untuk keselamatan.[5]
Jadi pada dasarnya, kekeluargaan tarekat
terdiri dari syaikh, syaikh mursyid, mursyid, murid, ribath (tempat latihan), kitab-kitab, baiat,
metode/ajaran, dan silsilah. Dari unsur-unsur di atas, salah satu yang menjadi
kartu nama dan legitimasi sebuah tarekat adalah silsilah. Silsilah ini menjadi
tolok ukur sebuah tarekat itu mu’tabarah.[6]
Silsilah tarekat adalah nisbah hubungan
guru terdahulu sambung menyambung antara satu sama lain sampai kepada Nabi. Hal
ini harus ada, sebab bimbingan keruhanian yang diambil dari guru-guru itu harus
benar-benar berasal dari Nabi. Kalau tidak demikian, berarti tarekat itu terputus
atau palsu, bukan warisan dari Nabi.[7]
C.
Tarekat
Mu’tabarak di Indonesia
Tarekat-tarekat
itu banyak sekali, ada tarekat-tarekat yang merupakan induk, diciptakan oleh
tokoh-tokoh tasawuf aqidah, dan ada tarekat-tarekat yang merupakan perpecahan
daripada tarekat induk tersebut, yang sudah dipengaruhi oleh syeikh-syeikh
tarekat yang mengamalkannya. Dan diantara perpecahan tarekat-tarekat itu
disusun dalam atau diberi istilah-istilah yang sesuai dengan tempat
perkembangannya. Dan dalam perkembangannya di Indonesia sekarang, sudah
tercatat ada 45 tarekat mu’tabarah,[8]yaitu:
Rumiyah, Rifa’iyah, Sa’diyah, Bakriyah, Justiyah, Umariyah, Alawiyah, Abasiyah,
Zainiyah, Dasuqiyah, Akbariyah, Bayumiyah, Malamiyah, Ghoibiyah, Tijaniyah,
Uwaisiyah, Idrisiyah, Samaniyah, Buhuriyah, Usyaqiyah, Kubrowiyah, Maulawiyah,
Jalwatiyah, Baerumiyah, Ghozaliyah, Hamzawiyah, Hadadiyah, Mabuliyah,
Sumbuliyah, Idrusiyah, Usmaniyah, Syadziliyah, Sya’baniyah, Khalsyaniyah,
Qodiriyah, Syatoriyah, Khalwatiyah, Bakdasiyah, Syuhriyah, Ahmadiyah,
‘Isawiyah, Thuruqil Akabiril Auliya, Qadariyah wa Naqsabandiyah, Khalidiyah wa
Naqsabandiyah, Ahli Mulazamatil Qur’an wa Sunnah wa Dalailil Khoiroti Wata’limi
Fathil Qoribi, au Kifayatil Awam.